Pulau Lombok yang disebut-sebut sebagai The sister of Bali memiliki beragam objek wisata. Layaknya Pulau Bali, Lombok juga memiliki pantai yang indah (pantai senggigi, pantai kuta, pantai tanjung aan, pantai sire, dan lain-lain) serta pura-pura yang kerap dijadikan objek wisata. Salah satunya adalah Pura Lingsar. Pura yang terletak sekitar 15 kilometer dari Kota Mataram ini berbeda dengan pura lainnya yang kita kenal. Biasanya, pura merupakan tempat peribatan umat hindu, akan nampak berbeda di pura ini. Tidak hanya umat hindu saja yang melakukan persembahyangan di pura ini, melainkan umat-umat lain, seperti islam yang menganut aliran wetu telu dan kristen juga biasanya melakukan peribatan di pura yang tertua dan terbesar di Lombok ini. Ini menunjukkan bahwa kerukunan antar umat beragama terjalin di daerah sekitar Pura Lingsar.
Di kawasan Pura Lingsar terdapat empat bangunan pokok, yaitu Pura Gaduh, Kemaliq, Pesiraman dan pesimpangan Bhatara Bagus Balian, serta Lingsar Wulon. Umat Hindu biasanya melakukan persembahyangan di Pura Gaduh, sedangkan umat muslim yang menganut aliran wetu telu (umat muslim yang melaksanakan sholat tiga waktu) menggunakan Kemaliq yang berada di area pura sebagai tempat untuk beribadah. Bahkan doa bersama dari berbagai pemeluk agama kerap dilakukan secara rutin di area pura ini.
Di Pura ini terdapat sebuah kolam yang mempunayi air yang sangat bening dan tidak pernah kering sedikitpun, dan ada tradisi melempar koin ke dalam kolam sambil berbalik badan, dimana jika melempar koin tersebut, muncul ikan yang menghuni dasaran kolam maka dapat dipercaya keinginan kita terkabul. Pada akhir tahun, tepatnya pada purnamaning sasih kanem (menurut perhitungan kalender bali jatuh pada bulan November atau desember) dilaksanakan upacara pujawali. Menariknya di Pura Lingsar, upacara ini dilakukan oleh umat hindu dan umat muslim secara bersamaan, sedangkan di tempat lain hanya dilakukan oleh umat hindu. khusus di pura yang dibangun sekitar tahun 1759 ini, upacara pujawali dibarengi dengan tradisi perang topat atau perang ketupat. Perang  topat ini bukan merupakan perang permusuhan, melainkan perang perdamaian. Perang ini dilaksanakan sebgaimana perang pada umumnya, namun yang menjadi senjatanya bukan peluru, melainkan ketupat.